Wednesday, February 13, 2013

Kelas Inspirasi (bag.3)


The Butterflies In My Stomach

As I speak to the masses, my mind awhirl,
The butterflies in my stomach beat frantically.
Will I be good enough? Will I be wise?
The butterflies in my stomach beat frantically.
When the crowd sits in silence, when I’ve finished my speech,
The butterflies in my stomach beat frantically.

By Mary Erickson

===

Menjadi orang yang harus presentasi di depan kelas, memang bisa bikin pucat pasi. Sungguh, menjadi guru itu mulia adanya. Selain harus menguasai materi, harus menguasai medan juga. Kalau sudah bisa menyita perhatian anak-anak di kelas pastinya akan lebih mudah.

H-6 menuju Kelas Inspirasi. Aku belum selesai menyusun materi presentasi, boro-boro bikin game yang dipersiapkan untuk kelas yang beda usia. Ternyata menjelaskan apa profesiku ngga mudah kalau harus menggunakan bahasa sederhana. Bahasa yang kupakai masih harus diperbaiki– mengutip komentar keponakanku “Tante terlalu serius”, deskripsi pekerjaan juga masih harus dipikirkan cara yang menarik supaya mudah dicerna anak-anak. H-E-L-P. *menenggelamkan kepala ke tanah ala burung unta*

Lebih susah lagi belajar menyesuaikan waktu dan menghindari ‘mati gaya’ kalau nanti anak-anak  muridnya hanya bengong karena ternyata ngga ngerti, bengong karena bosan atau malah hilang perhatian karena asik sendiri. Dari hasil latihan, aku masih terlalu kaku dan banyak blank-nya. Dua hari terakhir ini keponakan-keponakanku jadi ‘murid-murid bayangan’,  aku masih merasa gagal.

Horor banget membayangkan seandainya di mata anak-anak ini aku hanya orang asing yang tiba-tiba muncul di kelas– out of nowhere–dan ngga jelas ngomongin apa.

Mudah-mudahan besok kalau lebih segar aku bisa perbaiki redaksi dan metode penyampaian materinya. Masa’ sih ngga bisa..dulu pernah jadi guru meski sebentar ngga sampai setahun. Tgl. 20 nanti cuma beberapa jam doang, kok.

Bismillah!

– bersambung –



Melihat video ini jadi terharu, ya?
Betapa mimpi mereka tidak sesederhana yang kita dengar sebenarnya. Perjalanan mereka masih panjang.  Masih harus belajar banyak, menyelesaikan sekolah dasarnya, lalu cari sekolah menengah yang bisa menampung mereka. Berkompetisi jadi yang terbaik di sekolah menengah atas, berjuang supaya bisa lulus dan masuk perguruan tinggi yang sesuai kantong orang tua.

Coba deh ingat lagi ketika kita masih kecil, memiliki mimpi indah menjadi dokter, guru, polisi, atau apapun itu rasanya memang seperti angan-angan yang ngga terbayangkan akan kesampaian.

Apa cita-citamu Nak? Apapun itu mudah-mudahan menjadi doa yang dikabulkan Tuhan, bisa membawa rezeki yang berkah dan baik untuk hidupmu.

0 comments:

Post a Comment